![]() |
Malioboro masih dalam pembangunan. (Foto: Afina Fatharani) |
Namun,
Malioboro sekarang dinilai tidak seperti dahulu. Sudah banyak kendaraan yang
membuat macet kawasan tersebut sehingga delman dan becak jarang yang harusnya dijadikan
alat transportasi di kawasan itu ditinggalkan, selain itu toko-toko bahkan mall
bernuansa modern menghiasi kawasan yang seharusnya menciptkan daerah belanja
yang bebas dari mall dan tradisional
memihak rakyat kecil. Lahan malioboro semakin menyempit, pedestrian (trotoar) yang
harusnya ramah untuk pejalan kaki dijadikan area parkir oleh masyarakat. Sampah-sampah
berserakan dimana-mana. PKL-PKL tidak ditata dengan semestinya menjadi terlihat
semrawut. Kurangnya lahan hijau (pepohonan) menyebabkan Malioboro sangat panas
disiang hari ditambah berdesak-desakan saat berberlanja. Hal ini yang membuat
kawasan Malioboro tidak nyaman lagi seperti dahulu. Akhirnya, banyak wisatawan
beralih ke daerah wisata lain.
Membangun
Kembali Sumbu Filosofis
Agar
Malioboro tak kehilangan identitas dan penggemarnya, maka Gubernur Yogyakarta,
Sri Sultan Hamengkubuwono turun tangan dengan mengeluarkan visi baru yaitu “Yogyakarta
Menyongsong Peradaban Baru” . Hal ini diupayakan untuk melestarikan dan menjaga
empat sumbu filosofis Yogyakarta yang merupakan ciri khas Yogyakarta berupa
garis imajiner dari Tugu sampai Keraton Yogyakarta yang memiliki arti tersendiri
bagi masyarakat Jawa. Diantaranya jalan Malioboro, Margoutomo, Margomulyo, dan
Pangurakan. Bangunan-bangunan bersejarah sejak zaman kerajaan, Tionghoa hingga kolonial
juga termasuk dalam jalan-jalan tersebut.
Kawasan
sepanjang Jalan Malioboro akan diubah lebih baru mengikuti zaman yang sudah
modern ini. Namun, tetap mempertahankan keunikkannya sebagai daerah yang penuh seni
budaya dan kental dengan gaya tradisionalnya. Nantinya, Malioboro bisa menjadi
tempat yang nyaman untuk berjalan-jalan dan berwisata belanja, ruang untuk
mengekspresikan diri juga akan diperbanyak, tidak hanya terpusat di perempatan
Malioboro saja. Ruang yang semakin lebar dan luas diharapkan dapat menarik
wisatawan semakin banyak. Berdasarkan data dari Disnas Pariwisata Yogyakarta
wisatawan tahun 2016 diperkirakan naik mencapai 10 persen – 15 persen setelah
pembanguan dari tahun 2015 tercatat, 3.896.572 orang wisatawan nusantara dan 292.096
wisatawan mancanegara.
Progres Revitalisasi
Sudah
memasuki bulan ke tujuh semenjak
revitalisasi kawasan Maliboro. Revitalisasi yang dimulai April 2016, menurut
kebanyakan masyarakat progress belum terlalu signifikan, meskipun begitu
sedikit-demi sedikit terlihat perubahan yang terjadi di kawasan Malioboro ini.
Dimulai dari pemusatan area parkir dari sisi Timur ke Taman Parkir Abu Bakar
Ali, untuk mengatasi parkir-parkir liar. Tetapi, masih saja ada area parkir Malioboro
lainnya yang harus dibenahi yaitu parkiran di gedung Bank Indonesia dan Pos
Indonesia. Bahkan parker di Abu Bakar Ali yang dikabarkan gratis tetap membayar
sebesar Rp 3.000,- .
Proses
pengerjaan pedestrian paket pertama dari Inna Garuda sampai hotel Mutiara bisa
dibilang tinggal finishing. Tinggal
penutupan drainase dan pembuatan fasilitas umum, semua bagian sudah ditutupi
oleh alas bermaterial andesit dan teraso yang berasal dari Jogja sendiri serta
difabel line dari alumunium. Pada daerah paket kedua yaitu dari Hotel Mutiara hingga
Ketandan masih dalam proses pengerjaan. Terlihat para pekerja fokus di trotoar mall Malioboro yang membutuhkan tenaga
kerja lebih banyak. Masih terbukanya drainase yang membahayakan pejalan kaki
dan pengendara motor maupun mobil karena hanya ditutupi seng, yang menandakan
adanya pembangunan. Pemasangan dan pengecoran alas untuk pejalan kaki juga
mulai dikerjakan. Targetnya akhir tahun ini sisi timur sudah selesai dalam pengerjaan
pedestrian. Selesai disisi timur, pembangunan pedestrian beralih kesisi barat
pada tahun 2017. Dari Ketandan samapi titik nok akan dimulai pada tahun 2018 di
sisi kanan dan kiri. Semua revitalisasi pedestrian ditargetkan selesai pada
tahun 2019. Pemaketan dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat pembangunan. Pekerja
mempunyai alasan tersendiri bila pembangunan dinilai lambat,
“Ada
kendalanya. Orang-orang yang lewat menginjak-injak hasil kerjaan sama cuaca, “
ujar salah satu pekerja yang tidak ingin disebutkan namanya.
Waktu
kerja yang lama padahal juga diterapkan. Namun, masih saja terkesan lama. “Jam
kerjanya itu dari jam tujuh sampai selesai. Kalau udah selesai jam lima udah
balik (pulang)”, katanya. Dari rancangan yang diberikan pemerintah Malioboro
akan terlihat ditargetkan seperti jalan-jalan di Singapura.
Tanggapan
Pengunjung dan Pedagang
Selama
kurang lebih 15 tahun berdagang di kawasan Malioboro. Menurut Bapak Isman (42
th) pembangunan kali inilah yang terbesar. Pedagang sangat mendukung perbaikan
di Malioboro, meski banyak halangan.
“Selama
15 hari pas awal pembangunan itu dari koprasi diminta libur 15 hari. Pas balik
banyak debu. Pengunjung berkurang drastis,” ungkapnya.
Omzet
penjualan menurun bila sehari-hari menjual jus buah satu juta hingga lebih.
Setelah adanya revitalisasi omzet penjualan turun hingga Rp. 200.000,- sampai
Rp 500.000,-.
Banyaknya
pengunjung berpindah ke sisi barat karena sisi timur dinilai berbahaya karena
banyak lubang galian dan kotor karena pasir. Banyak pengunjung berpindah. Nasib
PKL masih simpang siur, belum ada jaminan pemindahan, dan lain-lain. Namun, Pak
Isman menuturkan, bila ada instruksi pindah atau tutup sementara oleh
pemerintah akan diruti.
Salah
satu pengunjung bernama Dika (19 th) dari Universitas Islan Indonesia jurusan
Akuntansi menyampaikan bahwa karena ada revitalisasi tidak nyaman di bagian berada
di sisi timur pedestrian. Tapi, menurutnya disisi inilah yang paling banyak
pedagangnya.
“Agak
terganggu sih, masih dibangun nyari jalannya juga susah. Panas juga/ gak ada
pohonnya kalau siang gini. Kalau capek juga gak tau duduk dimana.”ujarnya.
Banyak
masyarakat mendoakan revitalisasi pedestrian Malioboro cepat rampung. Agar
pedagang dan wisatawan kembali ramai dan nyaman berada di kawasan Malioboro
ini. Jika masih seperti ini kawasan Malioboro tidak enak dipandang.
Malioboro
diharapkan menjaga ciri khas atau keistimewaannya bukan saja sebagai wisata belanja.
Harapan dari pedagang setelah revitalisasi selesai adanya penataan yang baik
dan tetap di daerah yang ditempati sekarang. Harapan pengunjung maupun
wisatawan Malioboro setelah revitalisasi selesai adalah banyaknya ruangan publik
penuh seni budaya, ruang terbuka hijau, dan fasilitas umum yang memadai seprti
toilet dan tempat duduk. Malioboro tak hanya menjadi tempat belanja saja, namun
juga tempat bersantai minum kopi atau wedang seperti yang diceritakan saat-saat
awal malioboro
Nantinya
malioboro akan ditanami pohon perdu dan pohon soka. Dihiasi street furniture berupa toilet bawah
tanah, kursi, kran air minum, parkir sepeda, lampu jalan khas Jogja, dan tempat
sampah. Konsep baru yang modern, yang digadang-gadang pemerintah diharapkan
sesuai ekspetasi dan untuk masyarakat, janganlah merusak fasilitas yang
dibangun untuk kita ini dan untuk menikmati semua itu kita harus sabar menunggu
hingga tahun 2019.
Oleh : Anhar Maulana, Andara Okta, Nining Rumbia,
Arum Catur Wahyuni