Senin, 03 Oktober 2016

Menunggu Malioboro Rampung


Malioboro masih dalam pembangunan. (Foto: Afina Fatharani)
Kabar Mahasiswa, Kota Yogyakarta - Dimana lagi kalau bukan Malioboro, tujuan wisata belanja utama Yogyakarta selama bertahun-tahun, bahkan sejak zaman kolonial, salah satu yang terkenal adalah pasar sore nya, dikenal dengan harga murah dan bisa ditawar. Tidak lengkap rasanya bila turis mancanegara maupun dalam negeri mengunjungi Jogja tanpa mampir ke Malioboro dan foto ditulisan Jalan Malioboro. Tak hanya itu, Malioboro juga dikenal dengan pusat aktivitas budaya Jogja. Semua masyarakat maupun komunitas yang ada di Jogja datang ke Malioboro untuk memperkenalkan dan mengekspresikan budaya Jogja dan identitas mereka.
            Namun, Malioboro sekarang dinilai tidak seperti dahulu. Sudah banyak kendaraan yang membuat macet kawasan tersebut sehingga delman dan becak jarang yang harusnya dijadikan alat transportasi di kawasan itu ditinggalkan, selain itu toko-toko bahkan mall bernuansa modern menghiasi kawasan yang seharusnya menciptkan daerah belanja yang bebas dari mall dan tradisional memihak rakyat kecil. Lahan malioboro semakin menyempit, pedestrian (trotoar) yang harusnya ramah untuk pejalan kaki dijadikan area parkir oleh masyarakat. Sampah-sampah berserakan dimana-mana. PKL-PKL tidak ditata dengan semestinya menjadi terlihat semrawut. Kurangnya lahan hijau (pepohonan) menyebabkan Malioboro sangat panas disiang hari ditambah berdesak-desakan saat berberlanja. Hal ini yang membuat kawasan Malioboro tidak nyaman lagi seperti dahulu. Akhirnya, banyak wisatawan beralih ke daerah wisata lain.
Membangun Kembali Sumbu Filosofis
            Agar Malioboro tak kehilangan identitas dan penggemarnya, maka Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono turun tangan dengan mengeluarkan visi baru yaitu “Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru” . Hal ini diupayakan untuk melestarikan dan menjaga empat sumbu filosofis Yogyakarta yang merupakan ciri khas Yogyakarta berupa garis imajiner dari Tugu sampai Keraton Yogyakarta yang memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Jawa. Diantaranya jalan Malioboro, Margoutomo, Margomulyo, dan Pangurakan. Bangunan-bangunan bersejarah sejak zaman kerajaan, Tionghoa hingga kolonial juga termasuk dalam jalan-jalan tersebut.
            Kawasan sepanjang Jalan Malioboro akan diubah lebih baru mengikuti zaman yang sudah modern ini. Namun, tetap mempertahankan keunikkannya sebagai daerah yang penuh seni budaya dan kental dengan gaya tradisionalnya. Nantinya, Malioboro bisa menjadi tempat yang nyaman untuk berjalan-jalan dan berwisata belanja, ruang untuk mengekspresikan diri juga akan diperbanyak, tidak hanya terpusat di perempatan Malioboro saja. Ruang yang semakin lebar dan luas diharapkan dapat menarik wisatawan semakin banyak. Berdasarkan data dari Disnas Pariwisata Yogyakarta wisatawan tahun 2016 diperkirakan naik mencapai 10 persen – 15 persen setelah pembanguan dari tahun 2015 tercatat, 3.896.572 orang wisatawan nusantara dan 292.096 wisatawan mancanegara.
Progres Revitalisasi
            Sudah memasuki bulan ke tujuh semenjak revitalisasi kawasan Maliboro. Revitalisasi yang dimulai April 2016, menurut kebanyakan masyarakat progress belum terlalu signifikan, meskipun begitu sedikit-demi sedikit terlihat perubahan yang terjadi di kawasan Malioboro ini. Dimulai dari pemusatan area parkir dari sisi Timur ke Taman Parkir Abu Bakar Ali, untuk mengatasi parkir-parkir liar. Tetapi, masih saja ada area parkir Malioboro lainnya yang harus dibenahi yaitu parkiran di gedung Bank Indonesia dan Pos Indonesia. Bahkan parker di Abu Bakar Ali yang dikabarkan gratis tetap membayar sebesar Rp 3.000,- .
            Proses pengerjaan pedestrian paket pertama dari Inna Garuda sampai hotel Mutiara bisa dibilang tinggal finishing. Tinggal penutupan drainase dan pembuatan fasilitas umum, semua bagian sudah ditutupi oleh alas bermaterial andesit dan teraso yang berasal dari Jogja sendiri serta difabel line dari alumunium. Pada daerah paket kedua yaitu dari Hotel Mutiara hingga Ketandan masih dalam proses pengerjaan. Terlihat para pekerja fokus di trotoar mall Malioboro yang membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Masih terbukanya drainase yang membahayakan pejalan kaki dan pengendara motor maupun mobil karena hanya ditutupi seng, yang menandakan adanya pembangunan. Pemasangan dan pengecoran alas untuk pejalan kaki juga mulai dikerjakan. Targetnya akhir tahun ini sisi timur sudah selesai dalam pengerjaan pedestrian. Selesai disisi timur, pembangunan pedestrian beralih kesisi barat pada tahun 2017. Dari Ketandan samapi titik nok akan dimulai pada tahun 2018 di sisi kanan dan kiri. Semua revitalisasi pedestrian ditargetkan selesai pada tahun 2019. Pemaketan dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat pembangunan. Pekerja mempunyai alasan tersendiri bila pembangunan dinilai lambat,   
            “Ada kendalanya. Orang-orang yang lewat menginjak-injak hasil kerjaan sama cuaca, “ ujar salah satu pekerja yang tidak ingin disebutkan namanya.
            Waktu kerja yang lama padahal juga diterapkan. Namun, masih saja terkesan lama. “Jam kerjanya itu dari jam tujuh sampai selesai. Kalau udah selesai jam lima udah balik (pulang)”, katanya. Dari rancangan yang diberikan pemerintah Malioboro akan terlihat ditargetkan seperti jalan-jalan di Singapura.
Tanggapan Pengunjung dan Pedagang
            Selama kurang lebih 15 tahun berdagang di kawasan Malioboro. Menurut Bapak Isman (42 th) pembangunan kali inilah yang terbesar. Pedagang sangat mendukung perbaikan di Malioboro, meski banyak halangan.
            “Selama 15 hari pas awal pembangunan itu dari koprasi diminta libur 15 hari. Pas balik banyak debu. Pengunjung berkurang drastis,” ungkapnya.
            Omzet penjualan menurun bila sehari-hari menjual jus buah satu juta hingga lebih. Setelah adanya revitalisasi omzet penjualan turun hingga Rp. 200.000,- sampai Rp 500.000,-.
            Banyaknya pengunjung berpindah ke sisi barat karena sisi timur dinilai berbahaya karena banyak lubang galian dan kotor karena pasir. Banyak pengunjung berpindah. Nasib PKL masih simpang siur, belum ada jaminan pemindahan, dan lain-lain. Namun, Pak Isman menuturkan, bila ada instruksi pindah atau tutup sementara oleh pemerintah akan diruti.
            Salah satu pengunjung bernama Dika (19 th) dari Universitas Islan Indonesia jurusan Akuntansi menyampaikan bahwa karena ada revitalisasi tidak nyaman di bagian berada di sisi timur pedestrian. Tapi, menurutnya disisi inilah yang paling banyak pedagangnya.
            “Agak terganggu sih, masih dibangun nyari jalannya juga susah. Panas juga/ gak ada pohonnya kalau siang gini. Kalau capek juga gak tau duduk dimana.”ujarnya.
            Banyak masyarakat mendoakan revitalisasi pedestrian Malioboro cepat rampung. Agar pedagang dan wisatawan kembali ramai dan nyaman berada di kawasan Malioboro ini. Jika masih seperti ini kawasan Malioboro tidak enak dipandang.
            Malioboro diharapkan menjaga ciri khas atau keistimewaannya bukan saja sebagai wisata belanja. Harapan dari pedagang setelah revitalisasi selesai adanya penataan yang baik dan tetap di daerah yang ditempati sekarang. Harapan pengunjung maupun wisatawan Malioboro setelah revitalisasi selesai adalah banyaknya ruangan publik penuh seni budaya, ruang terbuka hijau, dan fasilitas umum yang memadai seprti toilet dan tempat duduk. Malioboro tak hanya menjadi tempat belanja saja, namun juga tempat bersantai minum kopi atau wedang seperti yang diceritakan saat-saat awal malioboro
            Nantinya malioboro akan ditanami pohon perdu dan pohon soka. Dihiasi street furniture berupa toilet bawah tanah, kursi, kran air minum, parkir sepeda, lampu jalan khas Jogja, dan tempat sampah. Konsep baru yang modern, yang digadang-gadang pemerintah diharapkan sesuai ekspetasi dan untuk masyarakat, janganlah merusak fasilitas yang dibangun untuk kita ini dan untuk menikmati semua itu kita harus sabar menunggu hingga tahun 2019.


Oleh : Anhar Maulana, Andara Okta, Nining Rumbia, Arum Catur Wahyuni